Bab 1
Pertemuan Pertama
Jarak. Entah kata apa lagi yang rasanya lebih menyakitkan dari jarak. Mungkin juga, menunggu. Menunggu sesuatu. Entah itu apa. Entah untuk apa. Menyakitkan. Walau orang bilang menunggu itu hal singkat yang indah. Seindah bola merah yang menggantung di kaki langit, menatapnya tertelan oleh batas lautan diujung senja. Dirasa indah. Tentu. Akan menyenangkan untuk dikenang ketika apa yang kita tunggu datang menghampiri dan menjadi milik kita.
Pagi ini aku berbahagia. Seseorang yang kusebut kekasih yang telah lama pergi jauh dariku akan kembali menginjakkan kakinya tepat di hadapanku. Dunia ini terasa sehari berada di tanganku. Hatiku begitu berdebar, jantungku berdegup kencang, bibirku tak bisa henti tersenyum. Akan seperti apa pertemuan itu rasanya?
Kakiku begitu mantap memijak lahan stasiun kereta api ini. Cepat-cepat tanganku merogoh isi tas. Mencari ponsel lantas menghubungi dirinya.
"Aku udah di stasiun. Kamu di mana?" Mataku begitu berbinar bercakap di telepon.
"Oh ya? Aku di loby." Sahutnya disebrang sana.
"Aku juga. Kamu di mananya?"
"Aku di tempat duduknya. Kamu di mananya?"
"Aku di deket...." ku edarkan pandanganku ke sekitar,
"Pintu keluar utara." Lanjutku.
"Pintu keluar utara?"
Hening...
"Aduh... Di, batre hpku lowbat." Katanya.
"Aduuuhhh....." aku melenguh.
"Perhatian. Kereta Api Bandung - Bekasi akan berangkat lima menit lagi. Para penumpang dipersilakan memasuki kereta." Suara pengumuman sedikit menggema di ruangan ini.
"Lho? Di? Kok ada pengumuman?" Tanyanya lagi.
"Maksud kamu?"
"Pengumuman keberangkatan kereta."
"Aku tau. Emang ada."
Hening....
"Jangan-jangan..." katanya. Mataku terbelalak.
"Kamu ada di stasiun mana?" Tanyaku.
"Stasiun Kiara Condong."
"Eehhh???? Aku di stasiun Bandung!"
Hai. Namaku Diana. Sudah bertahun-tahun aku terjebak dalam perangkap LDR. Kekasihku, Ahfie, dia menjadi seorang perantau sejak lulus SD. Lima tahun merantau di tanah kota hujan, Bogor. Kini ia memulai kembali perjalanan pendidikannya di salah satu universitas negeri ternama di Jogjakarta.
***
Lonceng telah mengalun. Saatnya
satu anak, satu guru dan satu buku
mengubah dunia. Lingkungan lapangan
menjadi hening karena seluruh warga
sekolah berada di kelasnya masing-
masing untuk meraup ilmu dari guru
mereka.
Ibuku menuntunku masuk. Ternyata
tujuannya adalah ruang kepala
sekolah.Wanita paruh baya yang baik
hati dan ramah itu menyambutku
dengan senang hati dan senyum
hangatnya. Dia membawaku ke salah
satu kelas. Kelas 5. Aku berfikir
lagi, sekolah seperti ini mungkin
teman-temannyapun ramah-ramah
dan sangat baik.
Tibalah aku di ambang pintu kelas,
ibu kepala sekolah yang baik hati itu
menyerahkanku pada seorang guru
muda yang sedang mengajar pada
saat itu. Ternyata saat itu kelas
sedang belajar bahasa Inggris. Guru
bahasa Inggris itu mengajakku masuk
dengan tatapan sangat menyambut.
Sekilas sebelum dia menyilakanku
untuk memperkenalkan diri, aku
menatap ruang kelas itu.
"Ayo, perkenalkan diri kamu."
Suara lembut guruku memecah
pikiranku.
"Hai semuanya! Namaku Diana
Tasha. Aku biasa di panggil Diana.
Aku dari Bandung." Ujarku simpel dan
mengembangkan senyumku selebar
mungkin.
Saat itu aku tidak menyadari,
tenyata katanya ada salah satu anak
laki-laki yang tidak begitu suka
padaku sejak pertama kali melihatku.
Ibu guru yang baik itu
mempersilakanku memilih tempat
duduk.
"DI SINI! SINI! DUDUK DI SINI!"
Seru anak-anak perempuan yang
duduk di barisan paling ujung sambil
menunjuk tempat duduk kosong
untukku. Hanya ada satu orang anak
perempuan di sana yang akan menjadi
teman sebangku untukku. Teman yang
kemudian aku tahu namanya, Viani.
***
Lonceng terdengar lagi.
Menandakan berakhirnya kegiatan
belajar mengajar. Sekarang aku tahu
aku memiliki sahabat baru yang
sangat ramah dan baik padaku.
Ternyata secepat itu aku dapat
menerima lingkungan baruku. Aku
mulai menikmati semuanya. Sekolah
ini pasti akan
memberiku sahabat yang lebih
berharga dari emas sekalipun.
0 komentar