­
#kisah

Cita-cita Cinta

Sabtu, Februari 20, 2016

     Cinta. Memang tiada habisnya menjadi buah pembicaraan setiap insan. Kadang terasa manis kadang pula pahit di hati ini ketika bibir masih basah membicarakan soal cinta. Bukan hanya orang dewasa hingga manula atau remaja muda hingga akhir, mungkin bocahpun sudah bicara soal cinta. Ketika setiap insan mulai memilih dan memilah teman hidupnya. untuk menjadi pendamping susah senangnya, menjadi raja atau ratu di singgasana hatinya, menjadi sandaran pelepas penat, sandaran pada bahu kekarnya atau bahu lembutnya, teman hidup yang akan setia menjadi sahabat, seorang pasangan yang mungkin kita akan tua dan mati dalam pelukannya.
     Seperti kisah pria yang satu ini. Yang tengah mencari teman hidupnya. Yang kini tengah berbahagia membereskan pakaiannya ke dalam koper. Ia akan pulang dan menghentikan petualangannya sebagai perantau. Selesai. Ia merogoh kantung di celananya. Menemukan ponselnya.
     "Assalamu'alaikum." Sapa renyah suara seorang yang di rindukan jauh dari tanah air sana.
     "Wa'alaikum salam. Ayah?" Mata pria itu berbinar bak kejora mendengar suara ayahnya di sebrang sana.
     "Nak! Kapan kamu pulang?" Sahut sang ayah yang tak kalah girangnya.
     "Insya Allah besok pagi, ayah. Saya baru selesai packing ini."
     "Oh? Jadi besok? Baiklah ayah jemput kamu di bandara ya?"
     "Iya, ayah."
     Hening sepersekian detik.
     "Oh iya, nak. Untuk pernikahan kamu nanti. Kamu sudah yakin dengan calomu itu? Nanti pulang kamu mau bertemu dengannya? Kamu kan belum pernah melihatnya." Ujar sang ayah.
     "Tidak perlu, ayah. Saya percaya dengan pilihan ayah. Kita bertemu setelah menikah saja."
     "Baiklah kalau begitu."
     Percakapan lantas terus berlanjut hingga rindu keduanya terobati. Tetap saja tak akan ada penawar rindu selain dengan bertemu.
     Bicara soal pendamping hidup. Sang ayah telah memilihkannya. Dan anaknya begitu percaya dengan pilihan ayahnya. Wanita itu pasti berakhlak dan paras yang cantik lagi penurut.

*****

     Tiba lah pria itu di rumahnya. Sekali lagi orang tuanya memastikan kemantapan hati anaknya untuk menikahi gadis itu. Dan dengan mantap pria itu setuju.
     Hari pernikahan datang juga. Begitu pula dengan malam hari. Para tamu undangan telah pulang. Hanya tersisa dua orang lelaki dan perempuan yang baru saja sah bersatu dalam sebuah bilik. Dibukanya kain cadar penutup wajah istrinya. Keduanya begitu berdebar. Pria itu membukanya dengan sangat perlahan. Wajahnya begitu penasaran.
     Kain cadar itu berhasil terlepas. Menampakkan wajah sang istri. Suaminya hanya tertunduk. Dalam hati mengumpat.
     "Kenapa ayah memilihkan wanita ini untuk dijadikan istriku? Tidak cantik rupanya. Mengapa ayah mengecewakanku? Padahal aku sudah percaya padanya."
     Sang istri terdiam melihat garis wajah kecewa suaminya. Ia menyadari bahwa parasnya memang tidak begitu cantik. Wajar dirasanya jika suaminya tidak tertarik kepadanya.


     Malam itu. Keduanya tertidur. Tak sedikitpun keduanya saling bersentuhan. Sang istri terbangun. Ia melirik jam kecil di mejanya, pukul 2 pagi. Ia memberanikan diri menyentuh suaminya yang tengah nyenyak tertidur. Suaminya hanya bergumam. Ia kembali menepuk lembut lengan suaminya, suaminya hanya bergumam. Ia mulai mengguncang-guncang tubuh suaminya,
     "Saya capek. Salat malamlah sendiri dulu. Saya ingin tidur." ujar suaminya.
     Tetap ingin mendirikan salat malam bersama suaminya, ia mulai memberanikan diri mencipratkan air pada wajah suaminya.
     "Ah! Apa sih kamu ini?! Kenapa kamu memaksa?!" Agaknya sang suami tidak terima kenikmatan tidurnya terhenti saat itu.
     Kristal bening mulai menggenang di kelopak mata sang istri. Sejauh ini masih terbendung air matanya. Walau nada bicara suaminya begitu terasa bak sembilu menghujam dirinya.
     "Maafkan aku. Aku tahu kamu begitu kecewa dengan parasku. Kamu tak akan mencintaiku. Tapi kabulkanlah permintaanku. Kali ini saja." Kristal bening itu berhasil meluncur di pipinya, tak terbendung lagi di kelopak matanya.
     "Apa?"
     "Aku pernah mendengar ulasan hadis, yang berkata bahwa Rasul pernah bersabda, siapapun yang salat malam bersama suaminya maka dia akan berdoa agar Allah selalu merahmati mereka. Maka salatlah bersamaku malam ini. Imami aku. Aku hanya ingin mewujudkan hadist ini. Itu telah menjadi cita-citaku sejak lama. Setelah itu, terserah kamu. Kamu boleh menceraikan aku. Tapi aku mohon, wujudkanlah cita-citaku ini." Dalih sang istri.
     Suaminya hanya mengangguk mengerti. Lantas keduanya mendirikan salat malam. Sang istri begitu menikmati setiap lantunan ayat suci yang dibacakan suaminya. Walau dalam hati ia bersedih karena setelahnya, ia akan menjada.
     Salat pun telah selesai ditegakkan. Sang istri tertunduk bersiap menerima kata talak suaminya. Suaminya membalikan tubuhnya. Sang istri semakin tertunduk. Namun, didapatinya jemari lembut asing mencubit dagunya, sedikit memainkannya, lalu mengangkat wajahnya, menatap matanya lembut penuh kasih.
     "Aku baru saja jatuh cinta. Mana ingin aku berpisah dengan wanita yang aku cintai?" Ujar sang suami begitu lembut. Melihat wajah istrinya hanya keheranan dengan mata yang berkaca-kaca, ia hanya mencium kening dan membawa istrinya ke dalam pelukannya.
     "Seharusnya aku tidak meragukan ayah yang telah memilihkan kamu untuk jadi teman hidup. Sekarang kamu tak perlu khawatir aku akan menceraikanmu. Kamu juga tak perlu malu dengan keterbatasanmu. Kecantikan hatimu yang paling penting." tuturnya lagi.
     Semakin hangat, semakin larut sang istri dalam pelukan suaminya.


You Might Also Like

0 komentar

Berlangganan


Kicauan @TashaDiana2