­
#kisah

Hutan atau Pantai?

Rabu, Juli 30, 2014

Aku adalah seorang gadis, gadis remaja yang sedang berdiri di tepi pantai.  Tak banyak yang bisa aku lakukan di sini. Hanya berdiri menghadap ke arah hamparan air biru maha luas. Sesekali ku lihat ombak yang melambai ke arah ku, atau mungkin tepatnya mengejekku. Sesekali itu juga aku tersenyum padanya, senyuman tersinis yang pernah terukir di bibirku. Apa aku membenci ombak itu? Tidak. Aku hanya membenci kejelekannya yang selalu menghempaskan karang di lautan sana. Tapi aku juga patut berterima kasih padanya, dengan ombak itulah akan membuatku lebih berarti dan lebih membuat kekuatan para makhluk-makhkuk air. Kerang. Dan mutiaranya.

Kerang? Aku teringat aku pernah bertemu kerang teristimewa sekitar lima tahun silam. Kerang itu selalu menemani petualanganku di pantai cantik ini. Mulai empat tahun terakhir, kerang itu pergi ke laut lepas, tapi dia selalu menemuiku seminggu sekali. Dia, yang aku inginkan untuk menjadi sahabatku dalam petualanganku. Dahabatku di pantai ini, bersama menyaksikan matahari bergerak fajar hingga senja. Sahabat hidupku. Tersayang.

Rasanya baru saja kemarin aku berdansa dengannya, di atas permukaan pasir nan lembut, disaksikan sunrise yang cantik. Ya, memang baru saja kemarin aku berhenti berdansa dengannya karena musik yang kita mainkan telah berhenti. Orang bilang seharusnya kita tetap berdansa meski musiknya telah lama berhenti. Tapi, justru aku berharap musik itu bahkan tidak pernah mengalun. Rasanya baru saja kemarin dia memberiku mutiara yang belum cantik sempurna. Dan aku menggenggamnya erat lebih dari waktu satu tahun. Tidaklah pantas yang aku lakukan, bukan? Seharusnya aku belum siap dengan mutiara itu, terlalu muda untuk menerimanya. Hingga kemudian kerang itu berkata padaku "Aku ingin memberimu mutiara itu setelah ia menjadi mutiara yang indah", meminta mutiara itu kembali dalam mulutnya. Lantas ia pergi dariku, kembali mengarungi ganasnya lautan sana.

Sekarang kau tahu alasanku setia berdiri di sini. Menanti kerang itu, juga mutiaranya. Tapi, apa mungkin apa yang kulakukan itu sia-sia? Apa mungkin ombak itu akan membelokkan kerang ke titik lain hingga ia memberikan mutiaranya pada gadis lain? Ah, sekarang juga kau tahu alasan dari mengapa aku membenci ombak itu. Aku merenung sejenak. Mungkin sebaiknya aku mrngubur harapan itu. Mungkin sebaiknya aku berbalik dan berlari ke dalam hutan. Mungkin di sana aku akan bertemu dengan bungan cantik yang akan mengajakku kembali berdansa dengannya. Akankah aku berhenti percaya pada kata-katanya? Memulai harapan baru bersama bunga cantik dalam hutan sana? Tapi, bukakah kerang itu sedang menyakiti dirinya demi mendapatkan sebutir mutiara yang indah untukku? Jadi sepatutnya aku juga menyakiti hatiku sendiri untuk menantinya.  Jika aku tetluka, terlebih dia. Jika aku merasa lelah, apalagi dia! Hanya saja, akankah mutiara itu sampai padaku? Ataukah ombak justru akan membelokkan kerang itu ke titik lain? Andai itu terjadi. Sungguh, aku pasti akan membenci kerang itu. Tapi jika tidak. Sungguh, aku akan sangat mencintai kerang itu lebih dari yang ia mau.


Apa yang harus aku lakukan?  Haruskah aku terus tetap berdiri di sini dan meneriakkan kerang itu? Ataukah berbalik dan berlari ke dalam hutan dan mencari bunga-bunga cantik dan berdansa bersamanya? Sekarang kau tahu apa yang kulakukan. Aku hanya bisa menunggu. Aku hanya menunggu untuk bahagia atau menunggu untuk terluka.

You Might Also Like

0 komentar

Berlangganan


Kicauan @TashaDiana2