Lonceng telah mengalun. Saatnya satu anak, satu guru dan satu buku mengubah dunia. Lingkungan lapangan menjadi hening karena seluruh warga sekolah berada di kelasnya masing-masing untuk meraup ilmu dari guru mereka.
Ibuku menuntunku masuk. Ternyata tujuannya adalah ruang kepala sekolah.Wanita paruh baya yang baik hati dan ramah itu menyambutku dengan senang hati dan senyum hangatnya. Dia membawaku ke salah satu kelas. Kelas 5. Oh ya, hanya ada 6 kelas di sana. Masing-masing untuk kelas 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Aku berfikir lagi, sekolah seperti ini mungkin teman-temannyapun ramah-ramah dan sangat baik karena kesederhanaan mereka. Ya, memang berbeda dengan sekolah asalku yang memiliki 6 kelas setiap angkatannya. Hingga jika dihitung, sekolah itu memiliki 36 kelas.
Tibalah aku di ambang pintu kelas, ibu kepala sekolah yang baik hati itu menyerahkanku pada seorang guru muda yang sedang mengajar pada saat itu. Ternyata saat itu kelas sedang belajar bahasa Inggris. Guru bahasa Inggris itu mengajakku masuk dengan tatapan sangat menyambut. Sekilas sebelum dia menyilakanku untuk memperkenalkan diri, aku menatap ruang kelas itu. Aku sedikit mengeryitkan keningku. Mejanya seperti lapuk dan banyak coretan tipe-x dan pulpen di atasnya, kotor. Kursinyapun panjang seperti kursi warteg. Ah, ku mohon maafkan aku terlalu berlebihan menilai sekolah baruku. Tapi itulah yang ada di fikiranku saat itu. Mungkin karena aku belum bisa menerima sekolah di sana.
It's not bad! However, it's my school. I love it!
"Ayo, perkenalkan diri kamu." Suara lembut guruku mengubah fikiranku.
"Hai semuanya! Namaku Diana Tasha. Aku biasa di panggil Diana. Aku dari Bandung." Ujarku simpel dan mengembangkan senyumku selebar mungkin.
Saat itu aku tidak menyadari, tenyata katanya ada salah satu anak laki-laki yang tidak begitu suka padaku sejak pertama kali melihatku. Hahaha. :(
Ibu guru yang baik itu mempersilakanku memilih tempat duduk.
"DI SINI! SINI! DUDUK DI SINI!" Seru anak-anak perempuan yang duduk di barisan paling ujung sambil menunjuk tempat duduk kosong untukku. Hanya ada satu orang anak perempuan di sana yang akan menjadi teman sebangku untukku. Teman yang kemudian aku tahu namanya, Viani.
***
Lonceng terdengar lagi. Menandakan berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Sekarang aku tahu aku memiliki sahabat baru yang sangat ramah dan baik padaku. Ternyata secepat itu aku dapat menerima lingkungan baruku. Aku mulai menikmati semuanya. Sekolah yang sederhana ini pasti akan memberiku sahabat yang lebih berharga dari emas sekalipun. Aku tersenyum, menertawakan dan memaki diriku sendiri yang sebelumnya mengklaim buruk tempat ini. Padahal sekolah yang berfasilitas sederhana ini bukan jadi masalah untukku. Selama aku memiliki sahabat yang baik. Aku senang. Tidak seperti sekolah asalku yang serba mewah, tetapi nilai persahabatannya sangat rendah karena segala kemewahan yang mereka dapatkan, anak-anak borju dan manja.
Oh ya! Ini hari pertamaku sekolah dan teman-teman baruku sudah ingin mengunjungi rumah baruku. Manis sekali. Di sana kami mencoba memasak dan memainkan beberapa permainan tradisional. Kegiatan yang jarang sekali ku dapatkan di sekolah asalku. Aku bahagia dengan kehidupan baruku.
0 komentar