Diceritakan sebuah kisah nyata seorang pemuda yang tengah jatuh cinta pada seorang gadis manis yang begitu ceria. Resah, gelisah, tidur susah, makan payah, ketika si gadis terus saja menggelitiki hatinya.
"Ah. Aku sakit. Aku jatuh cinta."
Jatuh? Sakit? Cinta? Apa obatnya?
Menikah.
Lantas pria itu memutuskan untuk menikahi gadis impiannya. Dan sebuah perhelatan pernikahanpun terlaksana sudah.
Pemuda itu begitu bahagia. Begitu pula dengan istrinya. Tahun-tahun silih berganti. Bahtera rumah tangga mereka begitu indah berlayar. Sang istri melahirkan satu, dua dan tiga orang anak yang begitu lucu dan menggemaskan. Lengkap sudah kebahagiaan mereka. Hingga lahir pula anak ke empat. Namun disinilah ujian pernikahan mereka. Sang istri mengalami kelumpuhan pada kedua kakinya pasca kelahiran anak bungsunya. Kedua kakinya mati tak mampu bergerak. Namun suaminya, setia disisinya.
Sang Maha Cinta menambah ujian pernikahan mereka. Sang istri bukan hanya lumpuh kedua kakinya. Namun juga tangannya, tubuhnya, bahkan lidahnya begitu kelu untuk berkata-kata. Seluruh tubuhnya tak bisa bergerak sedikitpun. Hanya tersisa bola matanya juga kelopak matanya yang dapat bergerak-gerak. Wanita itu terbujur kaku bak seonggok mayat yang bernapas. Namun, sang suami setia disisinya untuk merawatnya. Menyuapinya, memandikannya, memakaikannya baju, menyisir rambutnya, mendandaninya, menidurkannya, mendudukannya, membawanya jalan-jalan dan sebagainya. Setiap pulang dari kantor, suaminya selalu bercerita tentang kegiatannya seharian di kantor pada istrinya. Bercerita. Bayangkan. Berbagi tanpa ada jawaban atau tanggapan apapun. Setiap cerita sang suami hanya dijawab oleh kedipan lemah kedua mata istrinya juga tatapannya. Hanya melalui cara memandang suaminya saja sang istri dapat mengutarakan rasa cintanya yang teramat besar pada malaikat penjaganya itu.
Terkadang teman-teman sang suami menyarankannya untuk menikah lagi. "Untuk apa kamu pertahankan istri yang tak bisa membuatmu bahagia? Bukannya istri yang melayani suami ini sebaliknya." Sang suami hanya tersenyum tak menjawab.
Setiap sepertiga malam sang suami turun meletakan keningnya di atas tanah. Merendahkan dirinya serendah-rendahnya dihadapan Illahi. Tuhan Semesta Alam yang berjanji akan turun untuk mengampuni jiwa yang memohon ampunan-Nya malam itu, berjanji pula akan mengabulkan setiap permohonan hamba-Nya. Lalu ia hanya berdoa agar ia dan bidadari kesayangannya diberikan kesabaran. Tak pernah terucap sedikitpun "Mengapa harus istriku yaa Allah? Mengapa bukan aku saja?" Tidak!
Ujian ini tidak kunjung berlalu begitu saja. Hingga 32 tahun lamanya sang istri masih saja menjadi mayat hidup. Hingga putra putri mereka telah tumbuh dewasa dan menggapai kesuksesan mereka.
"Ayah, sudah lama sekali. 32 tahun, yah. Kami sudah sukses. Serahkan ibu pada kami. Ayah menikahlah lagi. Dengan wanita muda yang sehat yang mampu merawat dan melayani ayah. Kami ingin ayah bahagia."
Namun apa sang suami setia itu menjawab?
"Tidak! Ketahuilah, nak. Ibumu ini cacat setelah melahirkanmu. Bagaimana mungkin ayah tega meninggalkan ibumu yang telah melahirkan anak anak yang lucu yang kini telah dewasa dan menjadi penerus darah ayah sendiri? Ayah selalu ingat kebahagiaan-kebahagiaan yang ibumu berikan dahulu. Buah kebahagiaan yang kini telah tumbuh dewasa. Ayah tak mau meninggalkan ibumu."
Hening. Lalu sang suami pun melanjutkan jawabannya sembari memeluk istrinya yang beruraian air ata lalu membelai rambutnya penuh cinta.
"Ayah begitu ingat ketika ayah meminta ibumu dari ayahnya, ketika ayah berjabat tangan begitu erat dengan kakekmu. Ayah berjanji, disaksikan oleh para manusia disana hingga penduduk langit, hingga menggetarkan asry Allah karena janji ayah. Ayah berjanji akan setia pada satu wanita. Ibu kalian. Kalau saja ayah menikah karena nafsu, sudah lama ayah tinggalkan ibumu. Tapi tidak. Ayah menikah dengan komitmen kesetiaan. Tak ada yang bisa memisahkan ayah dengan ibumu selain maut dan kehendak Allah. Jangan sarankan ayah untuk menikah lagi. Ayah ingin bersama ibumu hingga ke surga. Berada disampingnya adalah kebahagiaan ayah. Ayah mencintai ibumu. Sehatnya, sakitnya, mudanya, tuanya, lebihnya, kurangnya. Ayah mencintai semuanya. Apapun keadaanya. Ayah tetap mencintai ibumu."
Masyaa Allah.
0 komentar