­
#kisah

Kisah sehari eps. 12 Januari 2013

Minggu, Desember 07, 2014


     Bulan apa ini? Ah, Januari! Kau percaya? Aku begitu merindukan bulan urutan pertama ini, setiap tahun aku tunggu kedatangannya. Kau bertanya sejak kapan? Hmm... sejak pertengahan 2010 mungkin? Atau awal 2011? Entahlah. Dan aku segila ini dengan bulan Januari hanya karena seseorang yang lima tahun lebih lamanya aku sayangi. Laki-laki yang selalu membuatku geli mengingat tingkahnya dari lima tahun silam. Januari 2013 dia pulang dari sumur ajaib berisikan ilmu.
     "Boleh ga aku minta sesuatu?" Tanyaku lewat sms padanya dalam hati masih dag dig dug untuk langsung to the point apa mauku.
     "Apa?" Tanyanya disebrang sana.
     "Kamu ke Bandung dong." Cukup nekat sebenarnya, walau dalam hati aku memaki diriku sendiri, apa sih? harusnya laki-laki yang minta ketemu! Tapi, rasanya nyaris mustahil dia yang mengajak bertemu, bahkan mungkin sebenarnya dia tidak mau bertemu denganku. Aku tau betul. Tapi ternyata dia menyetujuinya dan kami mulai menentukan waktu yang tepat untuk bertemu, 12 Januari 2013.
***
     "Kamu masih dimana?" Tanyaku lewat sms
     "Aku udah di RS Immanuel," sahutnya. Jangan-jangan dah nyampe dari tadi? 
     "Ok, aku kesana sekarang."
     Nasib baik jarak rumahku dengan tempat itu tidak begitu jauh. Hanya beberapa menit kemudian aku tiba di sana.
     Waktu menunjukkan pukul 11.00, tapi aku tidak menemukan dia dimanapun itu, sejauh mungkin mata memandang, tak nampak orang yang kucari. Tak banyak hal yang aku lakukan selain mondar-mandir mencari tempat yang dia deskripsikan lewat sms.
     "Kamu liat alfa?" tanyaku
     "Ya, aku liat." Sahutnya. Akhirnya, ada secercah harapan di sana untuk bertemu dengannya. Akhirnya aku meminta dia untuk ke alfa di sebrang sana dan aku menunggunya di sana. Sekitar 30 menit berlalu, aku mulai kering menunggu dia di depan supermarket ini. Kemana dia?
     Aku coba sms dia lagi dan dia bilang dia juga telah menungguku di alfa sejak 30 menit yang lalu, itu artinya kita ada di tempat yang berbeda! Aarrggh!!!! Erang kesalku dalam hati.
     Tengah asyik terpaku, mematung, dengan bibir terkatup sedemikian rapatnya, merasakkan panasnya trik raja siang yang tepat terletak di atas ubun-ubunku rasanya  mulai membakar tubuhku, tiba-tiba kurasakan sesuatu bergetar di genggaman tanganku.
Hotel Grand Pasundan
     "Kamu liat hotel Grand Pasundan?" Oh, itu isi pesan.
     "Kamu disana?" Balasku.
     "Ya, kamu kesini deh"
     "Ok"
     Baiklah, akhirnya aku yang berjalan mendekat ke arahnya. Tiba di sana aku tak nampak dia. Sekali lagi aku tanya tempat dia berdiri saat ini.
     "Aku di sebrang jalan, di sebrang kamu." Ujarnya
     Well, aku senang itu artinya dia telah menemukanku terlebih dulu. Ku minta saja dia yang datang menghampiri aku. Ku rasakan biasa saja, tak ada jantung yang berdetak kencang, darah mengalir deras, keringat dingin, tubuh gemetar, kaki lemas, gugup atau gejala-gejala demam bertemu teman yang telah lama tidak bertemu lainnya. Itulah aku, tak pernah merasa sedikitpun canggung atau malu saat bertemu seorang kawan lama, rasanya biasa saja, tak ada yang berbeda, sama seperti dulu saat jarak kita masih dekat, tapi entahlah dengan pria yang diam-diam masih aku cintai selama tiga tahun itu (lima tahun, sekarang)
     Aku memutar tubuhku dan... Ah! Seketika hatiku seperti disengat listrik bertegangan tinggi! Deg! Gejala demam bertemu sahabat lama aku rasakan juga. Saat mataku tepat tertuju pada dirinya sedang menyebrangi jalan raya itu. Secepat kilat aku kembali memutar tubuhku, aku tidak ingin dia melihat wajahku yang mungkin sudah terlihat seperti batu rebus, merah! Eh, batu direbus juga mana bisa merah ya? Haha... Yang jelas aku tidak mau dia melihat wajah gugupku! Aneh, aku tak seperti ini biasanya!
     Tengah asyik menenangkan diri, terus menerus menghembuskan nafas berat untuk melampiaskan segala perasaan yang sempat bersarang dan membuncah dalam dadaku, sedikit berkurang perasaan gugup itu seirama dengan setiap hembusan nafasku. Tenang, tenang..... Dia Rofi kok, bukan algojo yang akan membunuhmu dengan gergaji sadis! Sekali lagi aku hembuskan nafas melepas perasaan itu, tiba-tiba.....
     "Ekhem....." Deheman itu sukses mengembalikan peasaan itu, mataku terbuka lebar, aku terkeut bukan main, walau padahal aku tau sebelumnya bahwa dia akan mendekat. Aku tutup mataku rapat-rapat sambil mengigit bibir bawahku sekeras mungkin. Oke, aku tak mau dia melihat wajah konyolku, aku tidak mau terlihat gugup di depan dia!
     Aku memutar tubuhku lalu refleks menepuk lengan kanannya pelan. Apa yang aku lakukan?! Aku maluuuu..... Batinku memaki diriku sendiri yang telah tidak sengaja dan di luar dugaanku akan menyentuhnya.
     "Kamu kemana aja sih? Aku capek tau nyari-nyari!" Ujarku tak terkendali. What? Who's talking?! Tashaaaa.... kenapa ngomong itu sih?! Dia juga pasti capek juga! Batinku lagi-lagi memaki diriku sendiri yang lagi-lagi melakukan sesuatu di bawah sadarku. Aku tidak bermaksud untuk mengatakan itu sebenarnya, aku hanya bingung apa yang harus aku lakukan dan aku katakan untuk menutupi perasaan gugupku?! Kenapa gak say hai and "apa kabar?" daripada menepuknya sambil berkata demikian?!!!
     Ku lihat dia hanya menanggapi tingkah yang menurutku bodoh dengan tersenyuman yang selama ini aku rindukan.
     "Jadi kita mau kemana sekarang?" Tanyaku membuka percakapan.
     "Terserah kamu." Sahutnya. Aku dengar suaranya sangat berbeda dengan terakhir aku mendengarnya, dua tahun silam. Terakhir aku tau suaranya kecil, cempreng, tinggi, childish lah! Dan sekarang, ampun suaranya yang lebih berat sukses membuatku semakin gugup. I was so nervous, of course. But i won't to show it. Just let felt it inside!
     Oke, sekarang aku benar-benar bingung. Melangkah tanpa aku tau kemana tujuannya. Kenapa aku tidak memikirkan sebelumnya kemana tempat kita bersenang-senang? Akhirnya aku hanya mengikuti ibu jari kaki, biarlah kakiku yang menentukannya.
     Ku ikuti, ternyata kakiku menysuri tegalega dan mengarah ke alun-alun Bandung. Sepanjang jalan tidak ada percakapan antara kita, mungkin dia canggung. Sesekali aku mengajaknya berbicara untuk memecah rasa canggungnya, tapi ternyata dia hanya menjawab seperlunya, terbesit perasaan kesal sebenarnya tapi aku coba mengerti perasaan canggungnya. Bodohnya justru akupun terbawa canggung. Tanggung, aku ajak dia ke kings saja. Setiba di sana, sebelum aku ajak dia ke kings, aku menarik tangannya ke zona Timezone. Setelah membeli powercard (yang sampai saat ini aku simpan dalam dompetku, hehe), kami atau mungkin lebih tepatnya aku memainkan beberapa permainan, ku rasa aku yang lebih dominan bermain di sana, karena setiap aku mengajaknya bermain selalu saja ditolaknya, namun yang aku ingat permainan yang benar-benar membuatku senang adalah basket, hanya permainan itu yang membuatku merasa dia benar-benar ada di sampingku.
     Karena aku bingung juga apa yang harus kita lakukan, aku memutuskan untuk keluar dari arena permainan. Dia kembali dan mengajakku ke toko buku. Akhirnya sekalian aku pulang aku ajak dia ke gramedia di festifal citylink yang letaknya tak jauh dari rumahku. Ternyata aku dan dia memiliki kebiasaan yang sama, tak lengkap rasanya jika jalan-jalan tidak mampir ke gramed.
     Sepanjang jalan, aku rasakan perutku mulai berdendang ria meminta makan, aku lapaaarr....... Tengah merasakan lapar, ponselku menerima pesan baru, dari kak Rudy, kakak kelas Rofi yang sekarang cukup akrab denganku. Aku terlalu asyik membaca pesan itu, sampai aku tersandung lalu terjatuh. Ceroboh! Aku menatap Rofi dengan wajah memelas, dia hanya membalikkan tubuhnya dan menatapku saja, mungkin dia hanya terkejut. Dan mungkin saking terkejutnya dia tidak refleks menolongku atau mungkin dia bingung atau dia masih canggung atau, atau, atau apapun, aku coba memahaminya. Aku tertatih lalu mulai melangkah sambil merasakan sakit pada pergelangan kaki kiriku. Kami meneruskan perjalan ini, tapi sebenarnya aku ingin berkata, tunggu, berhenti dulu, kakiku sakit, aku ingin memijatnya sebentar. Ah, sudahlah, aku ingin terlihat biasa saja di depannya.
     Setiba di gramedia, seperti aku tiba di rumah, aku ingin duduk sebentar, lelah rasanya. Rofi sendiri entah kemana, yang jelas dia sedang berhadapan dengan deretan buku-buku novel kesukaannya. Akhirnya kami terpisah oleh jajaran-jajaran rak buku. Tapi fikirku ini bagus karena akupun jadi merasa canggung padanya jadi lebih baik kita masing-masing saja di sini, haha.
     Aku berdiri di depan rak buku, mulai memilih-milih biuku yang hendak aku baca dulu, tapi mataku menangkap deretan buku-buku pemantapan ujian nasional untuk tingkat SD, SMP dan SMA di sudut ruangan. Kebetulan, fikirku. Saat ini memang aku sedang dihantui rasa cemas menghadapi ujian.
     Asyik sekali aku membuka lembar demi lembar buku pemantapan, ponselku menerima pesar dari Rofi.
     "Tasha, udah? Dah jam 3.30 nih, pulang yuk. Aku ke kasir ya?"
     "Ok" Balasku.
     Setelah terpisah oleh rak rak buku, kita bertemu lagi di kasir itu. Lepas membayar buku yang ia beli, kami keluar dari mall. Tme to go home.
     Tiba di sebrang jalan, saat berpamitan ia menyerahkan buku yang tadi dibelinya. Entah seperti apa wajahku saat itu. Mungkin sama seperti judul buku itu. Berjuta rasanya.

You Might Also Like

2 komentar

  1. wkwkwk...
    ketawa abis!

    haduhh... sori yaa... ^_^

    semangat, terus menulis! :D

    BalasHapus
  2. Sorry buat apa? ^_^
    Iya, kamu juga :D

    BalasHapus

Berlangganan


Kicauan @TashaDiana2