
Sesekali kakinya melemah. Langkahnya gontai. Lututnya bergetar. Tak kuasa menahan lelah mendera jiwanya. Ia terjatuh. Tersandung bebatuan. Ditemani angin yang membantunya kembali berdiri untuk bertahan.
Satu harapan yang ia gantungkan. Tak tinggi di atas langit. Tapi kuat terukir dalam di hatinya. Karena ia tahu, menggapai angan di atas langit hanya perlu terbang walau tak mudah. Tapi memetik bintang dalam hatilah yang dalamnyapun tak akan pernah ada yang mampu menerka.
Harapan. Ia sadar ia pernah menanam setangkai bunga indah di puncak sana. Yang ia janjikan akan memetiknya. Itu lah kiranya yang masih membuatnya terus berjalan.
Terkadang orang yang tidak mengerti memakinya. Melukai hatinya.
"Mengapa tak kau tunggu dan jaga bungamu di sana? Sirami dan kau rawat setiap hari. Bukan kau tinggal seperti ini."
Dengan mantap ia hanya menjawab, "aku percaya tangan Tuhan bisa menjaga bunga itu lebih baik dariku. Bunga itu tetap milik-Nya. Biar Ia yang merawatnya. Dan semoga Ia berkenan melihat perjalananku hingga Ia sudi memberiku bunga itu."
Tak ingin sebenarnya ia membuat bunga itu lama menunggu di bawa pulang. Hanya jika ia ingin bunga itu tumbuh bermekaran secantik mungkin tentulah ia harus sabar menunggu waktunya tiba.
Beruntung jika bunga itu masih ada di sana. Walau segala ketakutan berkecamuk dalam dadanya. Takut jika bunga itu mati oleh raja siang. Atau jika bunga itu telah raib dipetik orang.
Ia terus berjalan. Janganlah terlalu lama jika kau takut ia mati. Jangan pula khawatir karena bunga itu tetap di sana selagi belum ada yang memetik. Bunga itu tak kan pergi dengan sendirinya.
Satu harapan yang ia gantungkan. Tak tinggi di atas langit. Tapi kuat terukir dalam di hatinya. Karena ia tahu, menggapai angan di atas langit hanya perlu terbang walau tak mudah. Tapi memetik bintang dalam hatilah yang dalamnyapun tak akan pernah ada yang mampu menerka.
Harapan. Ia sadar ia pernah menanam setangkai bunga indah di puncak sana. Yang ia janjikan akan memetiknya. Itu lah kiranya yang masih membuatnya terus berjalan.
Terkadang orang yang tidak mengerti memakinya. Melukai hatinya.
"Mengapa tak kau tunggu dan jaga bungamu di sana? Sirami dan kau rawat setiap hari. Bukan kau tinggal seperti ini."
Dengan mantap ia hanya menjawab, "aku percaya tangan Tuhan bisa menjaga bunga itu lebih baik dariku. Bunga itu tetap milik-Nya. Biar Ia yang merawatnya. Dan semoga Ia berkenan melihat perjalananku hingga Ia sudi memberiku bunga itu."
Tak ingin sebenarnya ia membuat bunga itu lama menunggu di bawa pulang. Hanya jika ia ingin bunga itu tumbuh bermekaran secantik mungkin tentulah ia harus sabar menunggu waktunya tiba.
Beruntung jika bunga itu masih ada di sana. Walau segala ketakutan berkecamuk dalam dadanya. Takut jika bunga itu mati oleh raja siang. Atau jika bunga itu telah raib dipetik orang.
Ia terus berjalan. Janganlah terlalu lama jika kau takut ia mati. Jangan pula khawatir karena bunga itu tetap di sana selagi belum ada yang memetik. Bunga itu tak kan pergi dengan sendirinya.
2 komentar
semoga semua lancar... ;)
BalasHapusAamiin :)
BalasHapus