­
#Cerbung

Surat Undangan yang Menjawab #2

Kamis, Agustus 25, 2016

     Goresan demi goresan make up begitu jeli diukir oleh tangan mahir Diva. Livia telah begitu cantik dengan riasan karya Diva itu. Dilengkapi dengan gaun mewah yang disampaikan di tubuhnya. Dan lebih lengkap lagi dengan calon mempelai pria yang juga telah tampan menunggu calon istrinya selesai dipolesi make up.
     "Siap?" Tanya Fauzan pada Diva.
     "Sebentar, Zan. Antingnya satu lagi." Ujar Diva.
     Meski Diva begitu gila mencintai Fauzan dan selalu terhipnotis oleh suaranya, agaknya ia begitu profesional saat merias. Sehingga Fauzanpun tak akan mengganggu konsentrasinya sedikitpun.
     "Udah, siap." Ujar Diva.
     "Oke." Sahut Fauzan.
     "Eh, bro. Liat calon pengantin kamu secantik apa." Canda Fauzan sembari menepuk bahu Anton. Tapi Anton hanya tersenyum disambut dengan sikap malu malunya Livia. Dibalik kalimat pujian Fauzan untuk Livia ternyata Diva berbesar hati.
     "Dia pasti lagi coba puji riasan aku." Bisik Diva dalam hati.
      "Eh... calon pengantin malah malu malu gitu. Udah ah. Yuk foto dulu. Siap kan?" Ujar Fauzan.
     Singkat cerita, Fauzan begitu piawai mengatur posisi-posisi dan berbagai gaya untuk mengindahkan hasil jepretannya. Sama seperti Diva, Fauzanpun begitu profesional saat memotret. Tak akan ada sedikitpun yang mampu mengganggu konsentrasinya. Dari belakang, Diva terfokus pada Fauzan.
     Selesai sudah pemotretan prawedding Anton dan Livia. Fauzan nampaknya tertarik dengan busana pengantin milik Diva di galerinya.
     "Gaun Livia tadi bagus, Div. Itu kamu yang buat atau kamu beli design orang lain?" Tanya Fauzan.
     "Aku yang design." Sahut Diva.
     "Wah. Keren, Div." Puji Fauzan, Diva hanya tersenyum.
     "Hari ini jadwal kamu apa?" Tanya Fauzan.
     "Udah sih. Ini aja." Sahut Diva.
     "Ga sibuk dong?"
     "Enggak. Kenapa?"
     "Kebetulan. Aku tertarik sama busana pengantin kamu. Aku mau liat-liat. Boleh ya?"
     "Busana pengantin laki-laki atau perempuan?"
     "Dua-duanya."
     "Oke. Ayo."
*****
     Keduanya telah tiba di galeri busana pengantin tradisional modern rancangan Diva. Terdengar berkali-kali Fauzan bersiul memuji karya Diva. Dan, mata Fauzan tertuju pada sepasang busana pengantin pria dan wanita di ujung ruangan sana.
     "Yang ini, Div. Ini juga keren banget loh. Ini juga rancangan kamu?" Tanya Fauzan.
     "Iya." Sahut Diva.
     "Keren keren." Puji Fauzan. Terang saja hati gadis itu melayang tinggi.
     "Hasil foto-foto kamu juga keren-keren, kok." Sahut Diva.
     "Ah. Cuma amatiran."
     "Itu keren, Fauzan."
     "Iya iya. Fauzan emang keren kok." Ujar lelaki itu sembari menengadahkan wajahnya berlagak sombong dalam candaannya.
     Diva hanya tertawa. Lalu hening.
     "Eh, Diva, kok kamu asyik ngejomblo aja sih? Kapan nikah?" Tanya Fauzan.
     "Mmm... masih nunggu yang cocok aja." Jawab Diva.
     "Emang kamu mau calon suami yang gimana?"
     Melayang jauh hati Diva, berbesar hati bahwa Fauzan tengah mencongkel-congkel informasi agar ia mampu menjadi suami idamannya.
     "Yang setia, yang bertanggung jawab, yang berwibawa, yang bijaksana, yang berkharisma, yang tegas, yang bisa melindungi aku, yang..." kalimat Diva terhenti ketika bola matanya bertemu dengan bola mata Fauzan yang nampak menunggu akhir kalimatnya dengan mengeryitkan alisnya memesona.
     "Gatau lagi. Hehe." Sambung Diva sedikit gugup. Fauzan hanya tertawa renyah.
     "Apa menurut kamu aku udah cocok jadi suami idaman kamu itu?" Tanya Fauzan.
     Merah sudah kedua pipi Diva. Hatinya begitu berdegup kencang.
     "Apa dia bermaksud melamarku sekarang?" Bisik Diva dalam hati sembari menatap tegang wajah tampan nan teduh itu.
     "Mmm?" Tanya Fauzan lagi.
     "Iya." Jawab Diva.
     Fauzan menyeringai bangga.
     "Itu pasti calon suami dambaan semua perempuan, kan, Diva?" Tanya Fauzan memastikan.
     "Pasti." Jawab Diva.
     "Kalau gitu..." Fauzan merogoh isi kantung celananya.
     "Kamu suka gak?" Sebuah kotak kecil berwarna merah menganga menawarkan cincin indah yang berkilau di dalamnya.
     "Ini cantik banget, Fauzan!" Seru Diva.
     "Kamu suka?" Tanya Fauzan.
     "Suka suka!" Seru Diva.
     "Syukurlah." Ujar Fauzan.
     Diva tetap mematung. Hatinya menunggu cincin itu berhasil disematkan dijari manisnya.
     "Kalau tolong kamu simpen busana pengantin ini ya? Jangan dikasih kesiapapun. Aku suka ini." Ujar Fauzan sembari menunjuk busana pengantin tadi.
     Diva semakin heran.
     "Secepat itukah?" Bisik Diva dalam hati.
     "Dia pasti suka!" Bisik Fauzan penuh semangat.
     "Dia? Siapa?" Diva penasaran. Mungkinkah yang dimaksud dia adalah dirinya?
     "Ah iya, Div. Aku ada sesuatu buat kamu." Ujar Fauzan merogoh isi tasnya.
     "Ada lagi? Cincinya aja belum disematkan dijari aku." Bisik Diva dalam hatinya.
     "Ini." Fauzan menyerahkan selembar kertas undangan.
     "Apa ini?" Tanya Diva.
     Tertulis: Save The Date September, 25th 2016. Nadia & Fauzan wedding.
     Pecah sudah rasanya hati Diva.
     "Makanya aku tanya suami idaman kamu, itu psti calon suami idaman Nadia. Cincin ini juga buat mas kawinnya, udah lengkap sih, tapi tinggal cincinnya, dan kamu suka. Pasti Nadia juga suka." Ujar Fauzan begitu bersemangat. Namun kedua telinga Diva tertutup rapat begitu sepi terdengar, hanya suara kekecewaan yang mengitarinya.
     "Oh iya. Aku juga suka riasan kamu. Aku mau kamu rias pengantin aku nanti ya? Bikin pengantin sahabat kamu ini secantik mungkin. Oke?" Ujar Fauzan menyayat hati Diva yang malang.
     Pria itu pergi meninggalkan Diva yang merasakan langit runtuh menimpa tubuhnya yang menyedihkan.
     Ternyata inilah jawaban dari sepucuk surat undangan.


You Might Also Like

0 komentar

Berlangganan


Kicauan @TashaDiana2