Ketika sebuah hubungan yang tak mudah diputuskan, persaudaraan yang sukar dilepaskan. Suatu hubungan yang bahkan lebih berharga adanya dari emas, perak atau silver sekalipun. Karena ialah emasnya, ialah peraknya, ialah silvernya, ialah kebahagiaannya. Aku milikmu dan kau milikku.
Aku ikut membantu mengangkut barang-barang perabot rumah yang ringan dan membereskannya. Di beranda rumah, aku melihat seorang anak perempuan seusia denganku tengah mengangkat jemurannya.
Rajinnya, bisik hatiku yang merasa malu karena aku sendiri tidak suka mencuci pakaian sendiri. *****
Hari-hari baru ku lalui. Pagi itu aku hendak lari pagi. Lagi-lagi aku lihat anak itu di beranda rumahnya. Ia sedang menjemur pakaiannya.
Hmm.... Apa dia juga yang mencucinya? Batinku terkagum-kagum pada anak itu. Terang saja aku kagum, aku tidak sepertinya.
****
Jarum jam terus berputar tanpa ampun. Menyisakan waktu yang lambat laun akan habis masanya. Menggoreskan kenangan indah yang terlalu berharga untuk dilupakan. Mencuatkan berbagai tanya di masa depan. Membuat manusia terbuai setiap detik yang tengah dilalui saat ia berpijak. Hari ini telah berlalu. Siang yang telah lenyap digantikan malam. Ketika Tuhan memberi waktu untuk manusia beristirahat dan memberi malam sebagai pakaian.
Malam itu pukul delapan. Aku baru menyelesaikan gambar tokoh animasi favoritku, Doraemon dan Nobita. Kemampuan menggambarku memang lumayan baik. Saat itu aku hendak memperlihatkan karyaku pada ayah yang sedang duduk-duduk di beranda rumah. Aku dengar dia mengobrol, entah dengan siapa. Mungkin tetangga baruku.
Aku menghamburkan langkah-langkahku menuju beranda rumah. Setiba di sana, aku dapati ayah sedang mengobrol dengan pria berusia sekitar 45 tahun yang tak lain adalah tetangga baruku. Pria itu bersama anak perempuan yang sering aku lihat. Anak itu sedang duduk bersama ayahnya, ia nampak tertunduk, tersipu-sipu, malu.
Aku menyerahkan gambarku pada ayah.
"Wah, bagus. Siapa ini? Nobita ya?" Ujar ayah yang hanya ku jawab dengan anggukan kepala.
"Liat nih, gambaran si bungsu." Ujar ayahku sembari menyerahkan gambaranku pada ayah gadis kecil itu.
"Wah, bagus ya?" Serunya. "Kamu bisa gambar kayak gini gak?" Tanya pada putrinya yang semakin menyembunyikan wajahnya dibalik tubuh kekar ayahnya karena malu.
Rajinnya, bisik hatiku yang merasa malu karena aku sendiri tidak suka mencuci pakaian sendiri. *****
Hari-hari baru ku lalui. Pagi itu aku hendak lari pagi. Lagi-lagi aku lihat anak itu di beranda rumahnya. Ia sedang menjemur pakaiannya.
Hmm.... Apa dia juga yang mencucinya? Batinku terkagum-kagum pada anak itu. Terang saja aku kagum, aku tidak sepertinya.
****
Jarum jam terus berputar tanpa ampun. Menyisakan waktu yang lambat laun akan habis masanya. Menggoreskan kenangan indah yang terlalu berharga untuk dilupakan. Mencuatkan berbagai tanya di masa depan. Membuat manusia terbuai setiap detik yang tengah dilalui saat ia berpijak. Hari ini telah berlalu. Siang yang telah lenyap digantikan malam. Ketika Tuhan memberi waktu untuk manusia beristirahat dan memberi malam sebagai pakaian.
Malam itu pukul delapan. Aku baru menyelesaikan gambar tokoh animasi favoritku, Doraemon dan Nobita. Kemampuan menggambarku memang lumayan baik. Saat itu aku hendak memperlihatkan karyaku pada ayah yang sedang duduk-duduk di beranda rumah. Aku dengar dia mengobrol, entah dengan siapa. Mungkin tetangga baruku.
Aku menghamburkan langkah-langkahku menuju beranda rumah. Setiba di sana, aku dapati ayah sedang mengobrol dengan pria berusia sekitar 45 tahun yang tak lain adalah tetangga baruku. Pria itu bersama anak perempuan yang sering aku lihat. Anak itu sedang duduk bersama ayahnya, ia nampak tertunduk, tersipu-sipu, malu.
Aku menyerahkan gambarku pada ayah.
"Wah, bagus. Siapa ini? Nobita ya?" Ujar ayah yang hanya ku jawab dengan anggukan kepala.
"Liat nih, gambaran si bungsu." Ujar ayahku sembari menyerahkan gambaranku pada ayah gadis kecil itu.
"Wah, bagus ya?" Serunya. "Kamu bisa gambar kayak gini gak?" Tanya pada putrinya yang semakin menyembunyikan wajahnya dibalik tubuh kekar ayahnya karena malu.
~Bersambung
0 komentar