­
#ArtikelIslam

Kehormatan Buah dari Kesetiaan

Senin, Februari 09, 2015

     Diriwayatkan satu kisah cinta yang indah. Kisah cinta seorang isteri shalihah yang amat setia pada suaminya, Ummu Rabbi'ah. Kala itu sang suami, Abbu Farruh hendak pergi berjihad di jalan Allah. Ia memberi uang sebesar 30 dirham pada isterinya yang tengah mengandung buah cinta mereka, dan ia mengamanahkan agar sang isteri menjaga uang itu juga kehormatannya.
     Dari tahun ke tahun Ummu Rabbi'ah lalui tanpa suaminya. Ia melahirkan dan merawat putranya, Rabbi'ah seorang diri. Kini putranya telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Sementara sang ayah, entah bagaimana kabarnya di medan perang.
     Terdengar berita bahwa Abbu Farruh menjadi tawanan musuh di sana, ada pula yang mengatakan bahwa Abbu Farruh telah menjadi seorang syuhada di medan perang seperti yang diharapkannya. Ummu Rabbi'ah pun mengembalikan segala urusan pada ketetapan Allah.
     Tahun demi tahun dilalui ibu dan anak ini. Rabbi'ah pun tumbuh kian dewasa. Dan selama ini, Rabbi'ah menghabiskan waktunya dengan menuntut ilmu. Ia selalu belajar keras. Uang 30 dirham pemberian Abbu Farruh pun digunakan Ummu Rabbi'ah untuk biaya pendidikan putranya. Rabbi'ah juga seorang yang dermawan. Ia selalu memberi segala yang ia punya, bahkan tidak satu dirhampun yang ia sisakan untuk dirinya. Hingga akhirnya Rabbi'ah dikenal sebagai seorang yang pintar dan dermawan.
     Tiga puluh tahun berlalu. Ummu Rabbi'ah bertambah tua. Putranyapun kian dewasa. Ketika suatu malam pintu rumah Ummu Rabbi'ah tidak dikunci. Dari atas kamarnya, Rabbi'ah melihat seorang lelaki paruh baya membawa pedang dan tombak yang membuka pintu rumahnya. Lantas ia segera melompat menghalau lelaki paruh baya itu. Ia membentak orang tua itu. Mendengar keributan, para tetangga berdatangan mengelilingi Rabbi'ah dan lelaki bersenjata itu. Merekapun ikut melindungi kehormatan pemilik rumah.
     "Mengapa kau tahan aku masuk? Ini rumahku! Aku membelinya dengan uangku!" Seru pria itu.
     Rabbi'ah tetap menghalangi orang asing itu masuk.
     "Wahai saudara-saudaraku, aku bukan orang jahat! Ini rumahku!" Katanya sekali lagi.
     Mendengar keributan, Ummu Rabbi'ah terbangun lalu melihat keributan itu dari jendela atas.
     "Tidak ingatkah kalian padaku? Aku Abbu Farruh! Aku telah pergi selama 30 tahun untuk berjihad fii sabilillah!" Jelas pria bersenjata itu.
     Melihat itu Ummu Rabbi'ah berteriak dari atas,
     "Hentikan!"
     Ia turun dari kamarnya, menghampiri perisainya yang hilang 30 tahun lamanya. Yang dikabarkan ia telah menjadi seorang syuhada.
     "Rabbi'ah, hentikan. Dia ayahmu! Ayahmu!" Ujar Ummu Rabbi'ah pada putranya.
     "Abbu Farruh, hentikan. Dia putramu! Putramu!" Ujarnya lagi.
      Para tetanggapun bubar dan kembali ke dalam rumahnya masing-masing.
     Sedangkan Rabbi'ah mencium punggung tangan ayahnya lalu memeluknya penuh rindu.
     Ketiganya kembali ke dalam rumah. Abbu Farruh telah pulang.
     Esok harinya menjelang malam, Abbu Farruh bercengkrama dengan isterinya yang sangat ia rindukan di kamarnya. Namun, terselip kegelisahan dalam hati Ummu Rabbi'ah saat itu. Uang 30 dirham yang diamanahkan suaminya telah terpakai untuk biaya pendidikan putranya.
    "Bagaimana jika Abbu Farruh menanyakannya?" Batin Ummu Rabbi'ah.
     "Ummi, Abbi membawa uang 40 dirham dari sana. Tolong ambilkan uang 30 dirham yang aku berikan 30 tahun yang lalu. Aku ingin menyatukannya dengan uang ini. Aku ingin membeli lahan untuk masa tua kita." Ujar Abbu Farruh.
     "Uang itu masih ada di tempat semula, aku akan mengambilkannya di lain hari, Insya Allah." Sahut Ummu Rabbi'ah terpaksa berbohong.
     Gema Azan Maghrib melantun dengan indahnya. Menghentikan perbincangan Ummu Rabbi'ah dan Abbu Farruh.
     "Mana Rabbi'ah?" Tanya Abbu Farruh.
     "Ia telah pergi ke masjid lebih dulu." Jawab Ummu Rabbi'ah.
     Singkat cerita, setelah Abbu Farruh mendirikan shalat. Ia melihat kerumunan orang tua.
     "Ada apa itu?" Tanya Abbu Farruh pada lelaki di sisinya.
     "Mereka sedang belajar." Jawab pria itu.
     "Siapa pengajarnya." Tanya Abbu Farruh lagi.
     "Kau bukan orang Madinah kah?" Pria itu balik bertanya.
     "Aku tinggal di sini, aku pergi berjihad selama 30 tahun dan aku baru pulang." Jawab Abbu Farruh.
     Pria itu tersenyum.
     "Pengajarnya adalah ulama termasyhur di Madinah. Setiap orang yang tidak mengetahui sesuatu selalu bertanya padanya. Ia juga sunggu seorang yang derma dan gemar menolong sesama. Ia juga selalu menjadi imam shalat kami di sini. Meskipun usianya masih muda. Beliau tinggal berdua saja bersama ibunya sejak lahir. Ayahnya pergi berjihad fii sabilillah, tapi selama 30 tahun lamanya ayahnya tak kembali. Mungkin ayahnya telah menjadi seorang yang syahid. Tapi ku dengar ayahnya baru saja kembali kemarin." Tutur pria itu.
     "Kau belum menyebutkan namanya." Ujar Abbu Farruh.
     "Namanya adalah Rabbi'ah Ar-Rabb. Kami biasa memanggilnya begitu karena kecerdasan dan kemurahan hatinya." Tutur pria itu.
     "Kau belum menyebutkan nama lengkapnya." Abbu Farruh semakin penasaran siapa ulama terhormat itu.
     "Namanya adalah Rabbi'ah bin Farruh." Jawab pria itu.
     Terang saja air mata Abbu Farruh berlinangan. Seorang putra yang ia tinggalkan saat masih menjadi manusia yang belum utuh dalam rahim isterinya. Dan kini telah tumbuh dewasa menjadi seorang yang begitu terhormat.
     Abbu Farruh pulang dengan isaknya. Membuat Ummu Rabbi'ah keheranan.
     "Ada apa?"
     Lalu Abbu Farruh menceritakan kekagumannya pada putra mereka. Ummu Rabbi'ah lalu tersenyum mendapat kesempatan untuk menjelaskan uang 30 dirham itu.
     "Wahai suamiku, manakah yang lebih kamu sukai? Kehormatan dan kepandaian putramu atau uang 30 dirham?"
     "Demi Allah, kehormatan putraku jauh lebih aku sukai." Jawabnya.
     "Sebenarnya, uang 30 dirham yang kau berikan 30 tahun yang lalu telah aku pakai untuk biaya pendidikan putra kita. Ridhakah engkau?" Tanya Ummu Rabbi'ah.
     "Sungguh, aku ridha."

You Might Also Like

0 komentar

Berlangganan


Kicauan @TashaDiana2