"Mmmmkk!" Ibu menutup mulutnya, menahan mual.
"Mmmkk! Mmmk!" Katanya lagi sembari berlalu ke kamar mandi.
Wanita itu kembali setelah merasa lebih baik. Kembali ia ke meja makannya. Menyiapkan perbelakan adik bungsunya.
"Teh, mana ikannya?" Tanya bibinya Hasna.
"Itu di atas meja." Sahut Ibu.
Hasna asyik bermain bekel dengan Farida.
"Ikan buat Pak Guru mana?" Tanyanya lagi.
"Itu diatasnya."
"Ayam buat temen-temenku mana?"
"Di rantang itu udah siap semuanya."
"Mangganya mana?"
"Di tas."
"Yaudah, udah siap semuanya kok. Nina pergi piknik dulu."
"Hati-hati."
Kicauan burung nyaring terdengar. Mencuri perhatian Hasna dan Farida. Di halaman rumah, tergantung sarang burung dengan burungnya yang molek. Warnanya biru menyala dengan merah di lehernya yang juga merah menyala, matanya bulat, paruhnya melekuk indah, cantik. Hasna dan Farida jatuh cinta pada burung itu. Burung baru mungkin milik ayah mereka. Ibu datang menghampirinya. Nampak paruh burung itu keluar nyaris mematuk kepala kecil Hasna. Dengan sigap Ibu menarik Hasna.
"Paruhnya tajam." Ujar Ibu.
Sang ibu melangkah masuk lalu kembali dengan membawa sebilah pisau daging, mengambil burung itu dari sarangnya. Burung cantik itu direbahkan. Paruhnya ditahan oleh lengan kirinya. Tangan kanannya siap memotong paruh tajam namun indah itu. Namun,
PAK! PAK!
Burung itu mengepakkan sayapnya lalu terbang dengan bebasnya. Suaranya nyaring terdengar meledek dan begitu bahagia. Mungkin dia lega piau tajam itu tak berhasil menyentuhnya.
"Ehh... Biarin lah. Burungnya lepas." Ujar ibu.
0 komentar