­
#Cerbung

Rumor #8

Sabtu, Maret 19, 2016

     Bayi kecil itu menangis. Entah apa tapi setiap Julaikha melihat wajah bayi itu terasa udara kepedihan menyesaki paru-parunya. Namun juga aroma kebahagiaan menerobos relung hatinya.
     Pagi itu. Matahati hangat menyinari isi bumi. Jukaikha membawa bayi kecilnya ke luar rumah ayahnya. Memandikannya dengan cahaya mentari lagi. Tangis bayi itu terhenti. Tergantikan dengan mulut kecilnya yang menguap dan tubuhnya yang menggeliat lantas kembali tertidur dengan tenang.
     "Julaikha!" Seru wanita seusianya, ibu Dedeh, yang tengah menuntun putri seusia Hasna, Vida namanya.
     "Kamu sudah melahirkan?" Katanya lagi sembari mendekat.
     "Euleuh... meni ganteeeng. Siapa namanya?" Tanyanya lagi sembari mencolek pipi bayi mungil itu.
     "Aku belum tahu." Sahut Julaikha.
     "Lah? Kenapa belum tahu? Ngobrol sama suami kamu buat namanya." Ujarnya lagi.
     Kepedihan di hati Julaikha semakin terkuak. Bagai sayatan pisau yang ditaburi garam diatasnya.
     "Julaikha?" Tanya wanita itu memecah lamunan Julaikha.
     "Eh.. Zidan. Namanya Zidan."

*****
   
     Pria itu bermain dengan burung peliharaannya di beranda rumah.
      "Punten pak Arif." Sapa wanita yang tak kalah cantiknya dengan Julaikha di depan rumah yang telah lama memendam rasa pada Arif, Zainab. Namun, tak pernah ada satu orangpun yang sadar akan perasaan Zainab kepada Arif selama ini.
     "Mangga." Sahutnya.
     Kedua putri kecilnya berlari ke arahnya.
     "Bapak, kita ke rumah kakek." Hasna merajuk.
     "Kita ke ibu." Farida juga merajuk.
     "Kenapa Ibu belum pulang, Pak?" Tanya Hasna lagi.
     "Udah seminggu, Pak. Ayo kita jemput ibu pulang." Timpa Farida.
     Arif hanya menghela nafas. Bagaimana juga cara menjelaskan soal perceraian kepada anak sekecil ini?
     "Nak, dengarkan bapak. Ibu kalian gak bakal pulang lagi ke rumah ini. Dia bakal tinggal di rumah kakek." Jelas Arif.
     "Tapi kenapa? Ini kan rumah ibu?" Bisik Hasna lirih.
     Mata kedua putrinya berkaca-kaca. Kristal bening membendung dan tak kuasa tertahan maka meluncurlah menganak sungai diriringi suara jerit tangis mereka memanggil-manggil ibunya.
     "Sshh... Sh Sh... Nak, hei. Dengerin ayah dulu, sayang. Hei, jangan nangis dulu." Ujar ayahnya menenangkan. Tangisnya terhenti sejenak.
     "Bapak sama ibu sudah...." Kalimat Arif terhenti. Tak mungkin ia menjelaskan soal perceraian pada putrinya yang masih kecil ini. Mereka terlalu kecil untuk mengerti masalahnya.
     "Sudah.... gak bersama lagi karena satu alasan orang dewasa. Anak-anak seperti kalian suatu saat nanti pasti mengerti sendiri." Tuturnya lagi.
     "Tapi, pak. Hasna ingin ketemu ibu." Hasna menangis lagi.
     "Kalau Hasna sama Farida ingin ketemu ibu, bapak antar ke rumah kakek. Kalian boleh menginap di sana. Nanti bapak jemput lagi." Tutur ayahnya.
     Kedua gadis kecil itu berlari tanpa berkata apa-apa. Beberapa menit kemudian mereka kembali dan menarik tangan ayahnya.
     "Ayo ke rumah kakek, pak."

You Might Also Like

0 komentar

Berlangganan


Kicauan @TashaDiana2