Dikisahkan di salah satu belahan dunia. Seorang gadis yang telah siap mengarungi bahtera kisah cinta. Gadis itu berbilang sekitar 23 tahun. Sudah ada pula pria baik yang hendak menikahinya, yang sudah siap memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Hingga sampai pada akhirnya kedua sejoli yang tengah dimabuk cinta itu memutuskan untuk menikah.
Sang pria datang mengetuk pintu rumah gadis kecintaannya dengan hati di tangannya. Dengan harapan dapat mengetuk pula hati orang tua sang gadis untuk meminta anaknya menjadi teman hidup sampai akhir hayatnya.
Terjadilah percakapan, negosiasi, melobby. Agak sulit rupanya bagi si pria meminta hati calon ayah mertuanya untuk menghalalkan hubungannya dingan sang putri.
"Bapak tahu? Dulu Rasulullah tidak pernah memaksa siapapun soal menikah. Dulu ada mantan sepasang suami istri. Pasca perceraian, laki-laki itu selalu membuntuti mantan istrinya untuk memastikan mantan istrinya baik-baik saja. Sembari membuntuti dia selalu menangis karena kecintaannya yang masih mendalam pada wanita itu. Rasulullah yang melihat itu menyarankan pada wanita itu untuk kembali rujuk pada mantan suaminya karena kasihan. Tapi wanita itu menolak dan Rasulullah tidak memaksanya." Ujar si pria sedikit menyindir ayah si gadis yang telah sedikit memaksanya perihal rencana pernikahan putrinya.
"Pak, saya mencintai putri bapak. Saya pastikan akan menjaga dia dan membahagiakan dia." Bujuk pria itu lagi.
Entah alasan apa dia tetap tidak menyerahkan putrinya. Hingga akhir cerita pria itu menyerah memperjuangkan cintanya. Gadis penurut itu juga hanya pasrah dengan kehendak orang tuanya.
Tiba pria kedua yang hendak melamar sang putri. Hasilnya sama, ia ditolak ayahnya. Datang juga pria ketiga, keempat, kelima. Tetap sama.
Waktu terus berlalu. Tahun-tahun silih berganti. Gadis itu telah berusia 40 tahun. Nasib kurang baik membuatnya menjadi seorang perawan tua. Dia jatuh sakit. Hari demi hari kesehatannya terus memburuk. Hatinya mulai menyalahkan ayahnya.
"Andai ayah menerima lelaki pilihanku dulu, mungkin saat ini aku sedang bersama seorang suami dan anak-anak yang mengurusku. Bagaimana ayah?! Pilihanku tak ada yang tepat dimatanya, tapi pilihannya sendiripun tak ada untukku." Umpatnya.
Wanita itu terkulai lemah di ranjangnya. Suara paraunya memanggil-manggil ayahnya. Ayahnya mendekat. Selangkah.
"Ayah, mendekatlah selangkah lalu katakan aamiin." Ujar anaknya.
"Aamiin..." Ujar ayahnya sembari mengangkat tangannya setelah melangkahkan kakinya selangkah.
"Mendekatlah lagi ayah." Ujar anaknya.
"Aamiin..." Kata ayahnya lagi sembari melangkah.
"Mendekat lagi, ayah." Katanya lagi.
"Aamiin..." Kata ayahnya lagi.
Terus saja begitu hingga ayahnya tiba di dekat putrinya.
"Ayah, tahukah ayah apa yang saya do'akan dan ayah aamiinkan?" Tanya sang anak lirih.
"Apa, nak?" Tanya ayah.
"Saya berdoa agar Allah menolak kedatangan ayah di surganya sebagaimana ayah menolak setiap lelaki yang hendak menikahiku. Dan ayah telah mengaminkannya." Ujar wanita itu di akhir hayatnya.
Sang pria datang mengetuk pintu rumah gadis kecintaannya dengan hati di tangannya. Dengan harapan dapat mengetuk pula hati orang tua sang gadis untuk meminta anaknya menjadi teman hidup sampai akhir hayatnya.
Terjadilah percakapan, negosiasi, melobby. Agak sulit rupanya bagi si pria meminta hati calon ayah mertuanya untuk menghalalkan hubungannya dingan sang putri.
"Bapak tahu? Dulu Rasulullah tidak pernah memaksa siapapun soal menikah. Dulu ada mantan sepasang suami istri. Pasca perceraian, laki-laki itu selalu membuntuti mantan istrinya untuk memastikan mantan istrinya baik-baik saja. Sembari membuntuti dia selalu menangis karena kecintaannya yang masih mendalam pada wanita itu. Rasulullah yang melihat itu menyarankan pada wanita itu untuk kembali rujuk pada mantan suaminya karena kasihan. Tapi wanita itu menolak dan Rasulullah tidak memaksanya." Ujar si pria sedikit menyindir ayah si gadis yang telah sedikit memaksanya perihal rencana pernikahan putrinya.
"Pak, saya mencintai putri bapak. Saya pastikan akan menjaga dia dan membahagiakan dia." Bujuk pria itu lagi.
Entah alasan apa dia tetap tidak menyerahkan putrinya. Hingga akhir cerita pria itu menyerah memperjuangkan cintanya. Gadis penurut itu juga hanya pasrah dengan kehendak orang tuanya.
Tiba pria kedua yang hendak melamar sang putri. Hasilnya sama, ia ditolak ayahnya. Datang juga pria ketiga, keempat, kelima. Tetap sama.
Waktu terus berlalu. Tahun-tahun silih berganti. Gadis itu telah berusia 40 tahun. Nasib kurang baik membuatnya menjadi seorang perawan tua. Dia jatuh sakit. Hari demi hari kesehatannya terus memburuk. Hatinya mulai menyalahkan ayahnya.
"Andai ayah menerima lelaki pilihanku dulu, mungkin saat ini aku sedang bersama seorang suami dan anak-anak yang mengurusku. Bagaimana ayah?! Pilihanku tak ada yang tepat dimatanya, tapi pilihannya sendiripun tak ada untukku." Umpatnya.
Wanita itu terkulai lemah di ranjangnya. Suara paraunya memanggil-manggil ayahnya. Ayahnya mendekat. Selangkah.
"Ayah, mendekatlah selangkah lalu katakan aamiin." Ujar anaknya.
"Aamiin..." Ujar ayahnya sembari mengangkat tangannya setelah melangkahkan kakinya selangkah.
"Mendekatlah lagi ayah." Ujar anaknya.
"Aamiin..." Kata ayahnya lagi sembari melangkah.
"Mendekat lagi, ayah." Katanya lagi.
"Aamiin..." Kata ayahnya lagi.
Terus saja begitu hingga ayahnya tiba di dekat putrinya.
"Ayah, tahukah ayah apa yang saya do'akan dan ayah aamiinkan?" Tanya sang anak lirih.
"Apa, nak?" Tanya ayah.
"Saya berdoa agar Allah menolak kedatangan ayah di surganya sebagaimana ayah menolak setiap lelaki yang hendak menikahiku. Dan ayah telah mengaminkannya." Ujar wanita itu di akhir hayatnya.
0 komentar